Rabu, 11 November 2015

Pengertian korban,tipelogi,hak-hak, dan kewajiban Korban.

BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
            Masalah keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana  memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa  dalam kehidupan masyarakat menunjukkan bahwa kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah padahal sangat jelas dalam Pancasila, sebagai falsafah  hidup bangsa Indonesia, masalah perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat yang sangat penting sebagai perwujudan dari Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam berkehidupan di dalam masyarakat, setiap orang tidak akan lepas dari adanya interaksi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak akan dapat hidup apabila tidak berinteraksi dengan manusia yang lain. Dengan seringnya manusia melakukan interaksi satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan hubungan antara dua individu atau lebih yang bersifat negative dan dapat menimbulkan kerugian di salah satu pihak. Hal tersebut pada saat ini sering disebut dengan tindak pidana.Terjadinya suatu tindak pidana terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat didalamnya, yaitu Pelaku dan Korban.[1]
Namun dalam makalah ini, Pemakalah hanya menjelaskan tentang korban, mennurut Arief gosita korban adalah  mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang menderita. Untuk lebih lengkapnya pemakalah akan menjelaskan di sub berikutnya.
B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian korban?
2.      Apa saja jenis-jenis korban?
3.      Apa saja hak dan kewajiban pada korban?

C.      TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian korban
2.      Untuk mengetahui berapa macam jenis korban
3.      Untuk mengetahui hand an kewajiban korban



BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN KORBAN
Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan baik oleh para ahli maupun bersumber dari konvensi-konvensi  internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, namun disini kami hanya mengambil beberapa pengertian dari , sebagian diantaranya sebagai berikut .
a.    Muladi
Korban (victims) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing Negara, termasuk penyalah gunaan kekuasaan.
b.   Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
c.    Peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2002 tentang tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi mnusia yang berat.[2]
d.   Arief gosita
Menurutnya korban adalah  mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang menderita.[3]
            Namun Korban diartikan bukan hanya sekedar korban yang menderita langsung, akan tetapi korban tidak langsung pun juga  mengalami  penderitaan  yang  dapat  diklarifikasikan  sebagai korban suatu kejahatan tidaklah harus berupa individu atau perorangan, tetapi bisa berupa kelompok orang, masyarakat atau juga badan  hukum. Bahkan pada kejahatan tertentu, korbannya bisa juga berasal dari bentuk kehidupan lainnya.Seperti tumbuhan, hewan atau ekosistem.Korban semacam ini lazimnya kita temui dalam kejahatan terhadap lingkungan.Namun, dalam pembahasan ini korban sebagaimana dimaksud terkahir tidak termasuk didalamnya.[4]

B.       TIPOLOGI KORBAN
Perkembangan ilmu victimologi selain mengajak masyarakat untuk lebih memerhatikan posisi korban juga memilah-milah jenis korban hingga kemudian muncullah berbagai jenis korban yaitu sebagai berikut.
a.    Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak peduli terhadap penanggulangan kejahatn.
b.    Latent victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter tertentu sehingga cenderung menjadi korban.
c.    Procative victims, yaitu mereka yang menimbulkan rangsangan terjadinya kejahatan
d.   Participating victims, yaitu mereka yang dengan perilakunya memudahkan dirinya menjadi korban.
e.    False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena perbuatan yang dibuatnya sendiri.

Tipologi korban sebagaimana di kemukakan diatas, memiliki kemiripan dengan tipologi korban yang diidentifikasikan menurut keadaan dan status korban, yaitu sebagai berikut.
a.    Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaku, misalnya pada kasus kecelakaan pesawat. Dalam kasus ini tanggung jawab sepenuhnya rerletak pada pelaku.
b.    Provocative victims, yaitu seseorang yang secara aktif mendorong dirinya menjadi korban, misalnya pada kasus selingkuh, dimana korban jugasebagai pelaku.
c.    Participatibng victims, yaitu seseorang yag tidak berbuat akan tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.
d.   Biologocallyweak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.
e.    Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah menyebabkan ia menjadi korban.
f.     Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri, misalnya korban obat bius, judi, aborsi, dan prostitusi.
Pengelompokan korban menurut sellin dan wolfgang, yaitu sebagai berikut.
a.    Primary victimizization, yaitu korban berupa individu atau perorangan (bukan kelompok).
b.    Secondary victimization yaitu korban kelompok, misalnya badan hukum.
c.    Tertiary victimization yaitu korban masyarakat luas.
d.   No victimization yaitu korban yang tidak dapat diketahui, misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu produksi.
Dilihat dari peranan korban dalam terjadinya tindak pidana, Stephen Schafer mengatakan pada prinsipnya terdapat empat tipe korban yaitu sebagai berikut
a.    Orang yang tidak mempunyai apa-apa, tetapi tetap menjadi korban.
Untuk tipe ini kesalahan ada pada pelaku.
b.    Korban secara sadar atau tidak sadar telah melakukan sesuatu yang merangsang orang lain untuk melakukan kejahatan.
Untuk tipe ini, korban dinyatakan turut mempunyai andil dalam terjadinya kejahatan sehingga kesalahan terletak pada pelaku dan korban.
c.    Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban.
Anak-anak, orang tua, orang yang cacat fisik atau mental, orang miskin, golongan minoritas dan sebagainya merupakan orang-orang yang mudah menjadi korban.Korban dalam hal ini tidak dapat disalahkan tetapi masyarakatlah yang harus bertanggung jawab.
d.   Korban karena ia sendiri merupakan pelaku
Inilah yang dikatakan sebagai kejahatan tanpa korban.Pelacuran, perjudian, zina, merupakan beberapa kejahatan yang tergolong kejahatan tanpa korban. Pihak yang bersalah adalah korban karena ia juga sebagai pelaku.[5]
Dalam buku lain jenis korban dibagi menjadi enam bagian, yaitu:
     1.  Berdasarkan jenis viktimisasi
2. Berdasarkan jumlah
3. Berdasar hubungannya dengan sasaran tindakan pelaku.
4.  Berdasarderajat kesalahan korban dalam tindak pidana yang terjadi
5.  Berdasarkan factor psikologis, sosial dan biologic
6.  Dari aspek psikologi, khususnya sikap batinnya.[6]

C.   HAK-HAK KORBAN
Hak merupakan sesuatu yang bersifat pilihan (optional), artinya bisa diterima oleh pelaku bisa juga tidak, tergantung kondisi yang memengaruhi korban baik yang sifatnya internal maupun eksternal.
Tidak jarang seorang yang mengalami penderitaan akibat suatu tindak pidana yang menimpa dirinya, tidak mempergunakan hak-hak yang seharusnya diterima karena berbagai alas an. Sekalipun demikian, tidak sedikit korban atau keluarganya mempergunakan hak-hak yang telah disediakan. Ada beberapa hak umum yang disediakan bagi korban atau keluarga korban kejahatan, yang meliputi:
a.    Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya. Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya, seperti Negara atau lembaga khusus yang dibentuk untuk menangani masalah ganti kerugian korban kejahatan.
b.    Hak untuk memperoleh pembinaan atau rehabilitasi.
c.    Hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman pelaku.
d.   Hak untuk memperolh perlindungan hukum.
e.    Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya.
f.     Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan medis
g.    Hak untuk dibeitahu bagi pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanansementara, atau bila pelaku buron dari tahanan.
h.    Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan dengan kejahatan yang menimpa korban.
i.      Hak atas kebebasan pribadi/ kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor telepon atau identitas korban lainnya.[7]
Untuk mengetahui hak-hak korban secara yuridis dapat dilihat dalam perundang-undangan, salah satunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006. Pasal 5 undang-undang tersebut menyebutkan beberapa hak korban, Namun hak tersebut dilakukan di luar pengadilan dan dalam proses peradilan jika yang bersangkutan menjadi saksi. Apabila dicermati ayat (2) dari pasal 5 tersebut, ternyata hak-hak dimaksud diberikan untuk kasus-kasus tertentusesuai keputusan Lembaga Perlindungan Saksidan Korban (LPSK).[8]

D.   KEWAJIBAN KORBAN
Sekalipun hak-hak korban kejahatan telah tersedia secara memadai, mulai dari hak asasi keuangan(finasial) sehingga ha katas pelayanan medis dan bantuan hukum, yidak berarti kewajiban dari korban kejahatan diabaikan eksistensinya karena melalui peran korban dan keluarganya. Diharapkan penanggulangan kejahatan dapat dicapai secara signifikan.
Untuk itu ada beberapa kewajiban umum dari korban kejahatan, antara lain:
a.    Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri/ balas dendam terhadap pelaku ( tindakan pembalasan).
b.    Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemunkinan terulangnya tindak pidana.
c.    Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya kejahatan kepada pihak yang berwenang.
d.   Kewajiban untuk tidak mengajukan tuntutan yang terlalu berlebihan terhadap pelaku.
e.    Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya, sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya.
f.     Kewajiban untuk membntu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulangan kejahatan.
g.    Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi.

   





[1]http://kumpulanmakalah123.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-tentang-viktimologi-ruang.html
[2]Dikdi M. Arief Mansur danElisatris Gultom,Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara norma dan realita, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2003,  hlm. 45-47.
[3] G. Widiaetana,Viktimologi Perspektif Korban Dalam Penanggulangan Kejahatan,, Yogyakarta: Atmajaya, 2009, hlm.
[4]http://kumpulanmakalah123.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-tentang-viktimologi-ruang.html
[5] Dikdi M. Arief Mansur, Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara norma dan realita, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2003,  hlm. 49-51.
[6] G. Widiaetana, Viktimologi Perspektif Korban Dalam Penanggulangan Kejahatan, Yogyakarta: Atmajaya, 2009, hlm.
[7]Dikdi M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara norma dan realita, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2003,  hlm. 52-53.
[8] Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm.40-41.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar